Pemeriksaan HSG (Histerosalpingografi)

Pemeriksaan HSG (Histerosalpingografi)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Teknik pemeriksaan Histerosalpingografi sudah dilakukan sejak tahun 1909 oleh Nowman dengan media kontras lugol. Pemeriksaan Histerosalpingografi merupakan pemeriksaan dengan memasukkan media kontras radio-opaque melalui cannula untuk memperlihatkan bentuk, ukuran posisi uterus serta tuba fallopi (Masrochah, Siti. dkk, 2018).
Indikasi histerosalpingografi yang paling sering adalah dalam masalah ginekologi, baik infertilitas primer ataupun sekunder, untuk melihat patensi tuba. Di samping berfungsi untuk diagnostik, secara positif histerosalpingografi  mempunyai efek terapeutik untuk  menimbulkan kehamilan.
Infertilitas merupakan ketidakmampuan untuk mengandung sampai melahirkan bayi hidup setelah satu tahun melakukan hubungan seksual yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun/setelah memutuskan untuk mempunyai anak. Jenis infertilitas terbagi menjadi dua, yakni infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
      Pada kasus ini dilakukan dengan teknik pemeriksaan  AP (Antero Posterior)   saja,plain maupun post kontras ,maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam laporan kasus yang berjudul “ Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan ”
1.2   Rumusan Masalah
       Dari latar belakang tersebut diatas maka penulis dapat menarik permasalahan yang akan dibahas antara lain :
1.2.1    Bagaimanakah  Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan ?
1.2.2    Apakah proyeksi  AP (Antero Posterior) Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sudah cukup mendiagnosa kasus  Infertilitas ?

1.3     Tujuan Penulisan
          Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1.3.1    Untuk mengetahui  Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
1.3.2    Untuk mengetahui proyeksi AP(Anteroposterior) pada Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sudah cukup mendiagnosa kasus infertilitas.

1.4       Manfaat Penulisan
           Manfaat dari penyusunan laporan kasus ini adalah :
1.4.1 Untuk menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan secara teori dari praktek  klinik beberapa bulan di rumah sakit.
1.4.2 Untuk menambah wawasan bagi penulis, serta memperdalam pengetahuan tentang teknik pemeriksaan Histerosalpingografi pada kasus Infertilitas di Instalasi Radiologi rumah sakit.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Anatomi
                          Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ luar (externa) dan organ dalam (interna).
1.2.1      Organ Reproduksi Externa
      Pada umumnya disebut dengan vulva, meliputi semua organ yang terdapat di antara os pubis ramus inferior dan perineum. Yang termasuk organ reproduksi externa adalah (Pearce,2013) :
Gbr 2.1 Organ genetalia eksterna wanita. (Bobak, IM, 2000)
a.  Mons veneris
Mons veneris adalah bagian yang menonjol dan terdiri dari jaringan lemak yang menutupi bagian depan simpisis pubis. Daerah ini ditutupi bulu pada masa pubertas.

b.  Labia mayora ( bibir besar )
Dua lapisan besar / tebal yang membentuk sisi vulva. Terdiri atas kulit, lemak, jaringan otot polos, pembuluh darah dan serabut saraf. Labia mayora panjangya kira-kira 7,5 cm.
c.  Labia minora (nimfae / bibir kecil )
Dua lipatan kulit yang sempit dan berpigmen dan terletak diantara labia mayora. Labia minora mengandung jaringan erektil.Lipatan kanan dan kiri bertemu di atas klitoris sebagai preputium klitoridis dan dibawah klitoris sebagai frenulum klitoridis.Di bagian belakang, setelah mengelilingi orifisium vagina, kedua lipatan bersatu dengan fourchet, yang akan tempat hanya pada wanita yang belum melahirkan.
d.  Klitoris
      Merupakan jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis pada laki-laki. Letaknya anterior dalam vestibula.
                 e.  Vestibula
      Disetiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung dengan vagina. Uretra juga masuk vestibula di depan vagina tepat di belakang klitoris.
f.     Hymen (selaput dara)
      Himen adalah diafragma dari membran kecil yang pada             tengahnya berlubang untuk jalan kotoran menstruasi yang          terletak   di mulut vagina dan sebagai pemisah organ genetalia   eksterna dan interna. Bila himen tertutup sama sekali ( tidak            ada lubang ), keadaan abnormal ini disebut himen imperforata. Pada wanita yang sudah melahirkan, himen hanya tinggal sisa-      sisa kecil pada pinggir introitus.
1.2.2         Organ Reproduksi Interna
Organ reproduksi interna wanita terletak dalam rongga pelvis. Yang termasuk organ reproduksi interna adalah (Pearce,2013) :
a.    Vagina
      Tabung berongga berotot yang dilapisi membran dari jenis epithelium bergaris yang khusus. Dialiri pembuluh darah dan serabut saraf secara berlimpah. Panjang vagina adalah dari vestibula sampai ke uterus. Permukaan anterior vagina menyentuh basis kandung kemih dan uretra. Sedangkan dinding posteriornya membentuk rektum dan kantung rektovaginal (ruang Douglas). Dinding vagina terdiri dari 3 lapis. Lapisan dalam adalah selaput lendir (membran mukosa) yang dilengkapi lipatan-lipatan atau rugae. Lapisan luar adalah lapisan berotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar. Diantara kedua lapisan ini terdapat lapisan jaringan erektil yang terdiri dari jaringan areoler, pembuluh darah dan beberapa selaput otot tak bergaris. (Pearce,2013)
Gambar 2.2 Organ genetalia interna wanita. (Bobak, IM, 2000)


b.    Uterus
            Uterus adalah organ yang tebal berotot berbentuk buah pir terletak di dalam pelvis, antara rektum dibelakang dan kandung kemih didepan. Peritoneum menutupi sebagian besar permukaan luar uterus. Panjang uterus 5 s/d 8 cm.
Uterus terbagi atas 3 bagian :
1.    Fundus, bagian cembung di atas tuba fallopi.
2.    Badan uterus, melebar dari fundus ke serviks, sedangkan antara badan dan seviks terdapat isthmus.
3.    Serviks, bagian bawah yang sempit pada uterus.
Fungsi uterus yaitu untuk menahan dan menerima ovum yang telah dibuahi selama perkembangannya menjadi fetus.
Ada 4 tipe letak uterus, yakni :
1.    Antefleksio dan retrofleksio
      Sumbu cervix dan sumbu corpus uteri membentuk sudut. Jika sudut membuka ke depan disebut antefleksio, sedang bila membuka ke belakang disebut retrofleksio.
2.    Anteversio dan retroversio
      Sumbu vagina dan sumbu uterus membentuk sudut. Jika sudut membuka ke depan disebut anteversio, sedang bila membuka ke belakang disebut retroversio.
3.    Positio
      Uterus biasanya tidak terletak tepat pada sumbu panggul, bisa lebih ke kiri/kanan (sinistro/dextro positio), ke depan/belakang (antero/dorso positio).


4.    Torsio
Letak uterus agak terputar.Letak normal uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan sedikit anteversi pada fundusnya.
( Bag.Obsgin FK Unpad,1983)





  Gambar 2.3 Uterus dan tuba fallopi normal. (Yoder,1988)
c.    Tuba Fallopi
      Tuba fallopi atau saluran telur terdapat pada tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uterus kanan dan kiri. Panjang kira-kira 10 cm, makin jauh dari rahim makin membesar dan membentuk ampul dan belok ke bawah berakhir menjadi tepi berfimbria. Salah satu fimbria menempel ke ovarium dan tuba fallopi ditutupi oleh peritoneum, fungsi normal tuba fallopi adalah mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus dan sehingga sebagai tempat untuk pembuahan.( Pearce,2013 )
Tuba fallopi dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
1.     Pars intertitialis ( intramuralis )
2.     Pars isthmika
3.     Pars ampularis
4.     Infundibulum
d.    Ovarium
Kedua ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba fallopi dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium berisi sejumlah besar ovarium belum matang yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi oleh sel folikel pemberi makanan. Pada setiap siklus haid, satu dari ovum primitif ini mulai mematang dan kemudian berkembang menjadi folikel Graaf. Pada masa folikel Graaf mendekati pematangan, letaknya dekat ovarium dan semakin mekar karena berisi cairan liquor folikuli. Tekanan dari dalam folikel menyebabkan ovarium sobek dan mengeluarkan cairan dan ovum melalui rongga peritoneal dan masuk ke dalam lubang yang berbentuk corong dari tuba fallopi. Proses pematangan folikel Graaf dan pelepasan ovum disebut ovulasi.       Bila folikel Graaf sobek maka terjadi perdarahan yang menjadi gumpalan di dalam ruang folikel dan sel-sel yang berwarna kuning dari dinding folikel tumbuh masuk ke dalam gumpalan membentuk korpus luteum. Bila ovum yang keluar dibuahi oleh sperma, maka korpus luteum terus tumbuh besar dan mulai atrofik 5 sampai 6 bulan kemudian. Bila ovum tidak dibuahi maka korpus luteum bertahan selama 12 – 14 hari, sampai tepat sebelum masa menstruasi selanjutnya. (Pearce,2013)
Siklus ovarium dipengaruhi oleh kerja hormon estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh folikel sebelum ovulasi, dan oleh korpus luteum setelah ovulasi, sedangkan progesteron dihasilkan oleh korpus luteum. Kedua hormon tersebut dipengaruhi oleh hipotalamus. Hipotalamus juga mempengaruhi anterior pituitary memproduksi FSH (Follicle Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Homon). Siklus ovarium berlangsung selama 14 hari. Siklus menstruasi berlangsung 15 – 31 hari. Terjadi jika tidak terjadi pembuahan. Terdiri dari masa menstruasi kira-kira 5 hari. Pada masa ini kadar FSH dan LH yang menurun menyebabkan korpus luteum meluruh dan lapisan endometrium dari dinding uterus runtuh sehingga terjadi perdarahan. Masa sesudah menstruasi adalah tahap perbaikan dan pertumbuhan selama 9 hari. FSH dan LH bekerja merangsang pematangan folikel dan pengeluaran estrogen hingga terjadi lagi ovulasi.
2.2       Patologi Infertilitas
Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun  telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun (Djuwantono, 2008). Pasangan suami istri yang mengalami gangguan kesuburan pada tingkat dunia mencapai 10-15%, dari jumlah tersebut 90% diketahui penyebabnya, sekitar 40% diantaranya berasal dari faktor wanita (Hadibroto, 2013). Pasangan infertil di Indonesia tahun 2013 adalah 50 juta pasangan atau 15-20% dari seluruh pasangan yang ada (Riskesdas, 2013). Infertilitas bisa terjadi pada pihak laki-laki, wanita atau keduanya. Kira-kira 46.7% dari kasus infertilitas terjadi pada wanita. Pada laki-laki 19.0%, pada keduanya 18.2%, tidak diketahui sebabnya 11.2%,karena sebab lain 5.2%.
Penyebab infertilitas dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 33,3% masalah terkait pada wanita, 33,3% pada pria dan 33,3% disebabkan oleh faktor kombinasi (Stright, 2005).
 Penyebab dari pihak wanita diantaranya masalah vagina yaitu vaginitis, masalah di serviks yaitu servisitis, uterus, tuba dan masalah di ovarium yaitu kista ovarium. Penyebab dari pihak pria diantaranya spermatogenesis abnormal, kelainan anatomi, ejakulasian retrograde, stress, infeksi menular, asupan alkohol dan nikotin berlebih, faktor pekerjaan serta ketidakmampuan sperma melakukan penetrasi ke sel telur. Penyebab dari pihak kombinasi adalah penyebab yang ditimbulkan apabila kedua suami istri sama-sama memiliki faktor penyebab terjadinya infertilitas (Stright, 2005). 
Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang disebabkan oleh berbagai parasit atau jamur. Infeksi ini sebagian besar terjadi karena hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering dijumpai adalah vaginitis kandidiasis dan trikomonalis vaginalis (Manuaba, 2009). Prevalensi vaginitis di Indonesia tahun 2013 mencapai 51% dari seluruh WUS yang ada di Indonesia (Riskesdas, 2013).
Vaginitis dapat menyebabkan infertilitas karena berpotensi terjadi infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi vital untuk terjadinya konsepsi. Disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang sangat asam, yang secara nyata dapat mengurangi daya hidup sperma (Stright, 2005).
 Sedangkan masalah ovarium yang dapat menyebabkan infertilitas salah satu diantaranya adalah kista ovarium (Manuaba, 2009). Kista ovarium merupakan suatu benjolan yang berada di ovarium yang dapat mengakibatkan pembesaran pada perut bagian bawah (Prawirohardjo, 2007). Penyebab terjadinya kista ovarium belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovariumhipotalamus. Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab terbentuknya kista pada ovarium adalah gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi (Latifah, 2012).
Kista ovarium dapat menyebabkan infertilitas dikarenakan ovarium mengalami pembesaran dan menciptakan lapisan luar tebal yang dapat menghalangi ovulasi. Selain itu, infertilitas dapat terjadi akibat kista ovarium yang pecah akibat ukuran yang terlalu besar dan elastisitas indung telur tidak mampu lagi menahan perkembangan kista sehingga dari pecahnya kista ovarium terjadi perlengketan di dalam tuba fallopi yang menutup jalan pertemuan antara sperma dan sel telur (Brooker, 2008).

2.3       Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi
            2.3.1    Pengertian
Histerosalpingografi atau HSG merupakan pemeriksaan dengan memasukkan media kontras radio-opaque melalui cannula untuk memperlihatkan bentuk, ukuran dan posisi uterus serta tuba fallopi. Dapat pula untuk memperlihatkan lesi seperti polip, tumor atau fistula dan untuk memeriksa patensi tuba fallopi pada kasus sterilitas (Masrochah.Siti,dkk 2018).
Menurut Yoder, histerosalpingografi adalah pemeriksaan radiologi bisa dengan fluoroskopi, yang menampakkan uterus dan tuba fallopi dengan memasukkan media kontras ke dalam uterus melalui ostium cervical sampai sisi dalam rongga uterus, memperlihatkan lumen tuba fallopi dan untuk menilai paten-tidaknya tuba fallopi. Sering digunakan untuk mendiagnosa infertilitas.
            2.3.2    Indikasi
Pemeriksaan HSG memiliki indikasi yang cukup banyak, diantaranya (Masrochah.Siti,dkk 2018) :
a.    Infertilitas.
b.    Kelainan kongenital pada uterus, seperti : arcuate uterus, bicornuate uterus, uterus didelphys.
c.    Perlengketan uterus (sindrom Asherman’s).
d.    Pemeriksaan sebelum myomectomy.
e.    Pendarahan abnormal pada uterus.
f.     Operasi tuba fallopi.
g.    Lokalisasi IUD (Intra Uterine Device).
h.    Penyinaran diethylstilbestrol (DES) pada uterus.
i.      Endometrial carcinoma.

            2.3.3    Kontraindikasi
Ada beberapa hal yag dapat menjadi penyebab tidak dapat dilakukannya HSG, yaitu (Masrochah.Siti,dkk 2018) :
a.    Hamil.
b.    Perdarahan uterus yang hebat.
c.    Radang pelvis akut.

2.4       Prosedur Pemeriksaan
2.4.1    Persiapan Pasien
Sebelum pemeriksaan HSG ini dilakukan, ada beberapa persiapan pasien yang harus dilakukan. Persiapan tersebut antara lain (Masrochah.Siti,dkk 2018)
a.    Pasien diberitahu tentang prosedur HSG, termasuk ditanyai kapan haid terakhir, karena HSG dilakukan pada waktu 7-10 hari setelah HPHT
b.    Malam hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien melakukan urus-urus. Bisa dengan minum obat laksatif seperti Dulcolax.
c.    Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien memberi pernyataan bersedia mengikuti pemeriksaan dan inform konsent
d.    Pasien akan ditawari obat sedative untuk penenang dan mengurangi kontraksi perut bila perlu.
e.    Pasien berganti baju pasien dan mengosongkan kandung kencing.
2.4.2    Persiapan Alat
Persiapan lainnya adalah persiapan alat. Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan HSG antara lain (Masrochah.Siti,dkk 2018) :
a.    Pesawat sinar-X dilengkapi dengan fluoroskopi. Kaset dan film ukuran 18X24 cm2.
b.    Larutan desinfektan.
c.    Obat antiseptik.
d.    Peralatan memasukkan kontras, ada dua macam :
1.     Histerosalpingografi set, terdiri atas :  pertubator / metal cannula, speculum, tang porsio, conus, sphigmanometer, spuit glass.







                                        1               2                       3        4                5
                                                Gambar 2.4 Histerosalpingografi set
                                    Keterangan :
1.    Conus : untuk fiksasi pertubator di dalam canalis cervicalis
2.    Pertubator (metal cannula) : untuk mengalirkan media kontras ke dalam cavum uteri
3.    Pengait tang porsio : fiksasi tang porsio
4.    Sphigmanometer : mengukur tekanan media kontras yang disuntikkan
5.    Spuit glass : tempat media kontras dan untuk menyuntikkan media kontras
2.     Foley catheter, biasanya ukuran 8 atau 10, speculum, long forcep, Colby adaptor, extension tube, 2-way stopcock dan dua spuit, ukuran 12 ml untuk wadah media kontras, ukuran 3 ml untuk air steril. (Yoder,1988)




                                                            Gambar 2.5 Foley catheter
e.    Media kontras radio-opaque, biasanya water-soluble. Contohnya Sinografin. Water-soluble dipilih karena menghasilkan gambaran diagnostik yang lebih baik daripada oil-soluble dan tidak memiliki efek samping. (Yoder,1988)



                                                            Gambar 2.6 Media kontras
f.     Duk steril dan handscoen.
2.4.3    Proyeksi Radiografi
Pemeriksaan HSG dengan fluoroskopi menggunakan plain foto, proyeksi anteroposterior sambil mengikuti jalannya media kontras dan proyeksi tambahan. Proyeksi tambahan adalah oblique, axial maupun lateral, sesuai kebutuhan radiolog saat mengamati obyek dengan fluoroskopi. Serta foto post pemeriksaan (Masrochah.Siti,dkk 2018).
a.    Plain Foto
      Digunakan untuk mengetahui persiapan pasien, yakni dengan tidak adanya obyek yang mengganggu (feses) di sekitar area pemeriksaan, benda asing seperti IUD, melatih pasien untuk ekspirasi dan tahan nafas saat dilakukan ekspose serta menentukan faktor eksposi yang tepat.
1.    Posisi pasien     : posisi lithotomi di atas meja        
                        pemeriksaan
2.    Posisi obyek     : cavum pelvis tercover dalam film, batas
                        atas SIAS, batas bawah simphisis pubis
Gambar 2.7 Posisi litotomi (Ballinger, 2013)
3.    Arah sinar         : vertikal tegak lurus kaset
4.    Pusat sinar        : 2 inchi proximal simphisis pubis
5.    FFD                 : 100 cm
6.    Ukuran kaset    : 18 x 24 cm2
7.    Faktor eksposi  : menggunakan kV tinggi dan waktu eksposi yang singkat.
8.    Pasien ekspirasi dan tahan nafas saat dilakukan ekspose. 



Gambar 2.8 Plain foto HSG
b.    Proyeksi Anteroposterior
1.    Posisi pasien   : posisi lithotomi di atas meja pemeriksaan
2.    Posisi obyek    : cavum pelvis tercover dalam film
3.    Arah sinar        : vertikal tegak lurus kaset
4.    Pusat sinar      : 2 inchi proximal simphisis pubis
5.    FFD                 : 100 cm
6.    Ukuran kaset  : 18X24 cm2
7.    Faktor eksposi            : menggunakan kV tinggi dan waktu  eksposi yang singkat. Pasien ekspirasi dan tahan nafas saat dilakukan ekspose.
Gambar 2.9 Proyeksi AP HSG (Ballinger, 2013)

c.    Proyeksi Tambahan
      Menggunakan fluoroskopi memberikan kemudahan saat mengamati jalannya media kontras. Termasuk dengan proyeksi tambahan yang digunakan untuk mengamati struktur anatomi maupun kelainan pada uterus dan tuba fallopi. Proyeksi tambahan yang biasa digunakan adalah oblique kanan-kiri.
1.    Proyeksi oblique kanan
Digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah kanan. Pasien diposisikan agak miring ke arah kanan, sehingga sisi kanan belakang dekat dengan kaset. Gambaran tuba fallopi sebelah kanan akan tampak lebih jelas.
2.    Proyeksi oblique kiri
Digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah kiri. Pasien diposisikan agak miring ke arah kiri, sehingga sisi kiri belakang dekat dengan kaset. Gambaran tuba fallopi sebelah kiri akan tampak lebih jelas.
d.    Proyeksi post pemeriksaan
      Digunakan untuk melihat sisa media kontras yang menempel di cavum uteri maupun di rongga peritoneal. Biasanya sekitar        10 – 20 menit sejak kontras dimasukkan. (www.sjmercyhealth.org/homepage.cfm)
2.4.4    Prosedur Pemasukan Media Kontras
Prosedur pemasukan media kontras ada dua cara, dengan portubator dan foley catheter.
a.         Pemasukan media kontras dengan portubator
Portubator atau metal cannula, digunakan untuk memasukkan media kontras ke cavum uteri. Prosedurnya sebagai berikut :
1.  Sterilkan HSG set, yakni : portubator, speculum, tang porsio, conus dan spuit glass.
2.  Pasang conus pada ujung portubator. Sphigmanometer di antara pertubator dan spuit glass. Isi spuit glass dengan media kontras.
3.  Setelah pasien diposisikan lithotomi, bersihkan daerah vagina dengan larutan desinfektan. Berikan juga obat antiseptic pada daerah cervix.
4.  Gunakan speculum untuk membuka vagina guna memudahkan pemasukan pertubator.
5. Masukkan tang porsio untuk menjepit porsio.
6. Masukkan portubator ke dalam vagina, atur agar ujung pertubator (conus) terletak di canalis servicalis atau ostium cervical.
7. Mulai suntikkan media kontras, sambil diamati dengan fluoroskopi. Jumlahnya minimal 6 ml, atau rata-rata 8 ml.
8. Perhatikan tekanan media kontras dengan sphigmanometer.  Atur agar jumlah media kontras yang masuk sesuai dengan kebutuhan.
9. Amati dengan fluoroskopi aliran media kontras mengisi uterus, tuba fallopi hingga terjadi spill (tumpahan) media kontras di rongga peritoneal, bila kondisi uterus dan tuba normal.
10.   Ambil spot film radiograf yang dibutuhkan, berikut proyeksi yang diinginkan.
11.   Setelah selesai, tarik perlahan speculum, tang porsio dan pertubator. Berikan obat antiseptic bila terjadi perdarahan.
12.   Biarkan pasien beristirahat dulu sebentar, sambil radiografer membereskan peralatan (Ballinger,2013).
Pemasukan media kontras dengan foley catheter
Foley Catheter Technique (FCT) digunakan sebagai alternatif alat untuk memasukkan media kontras, demi alasan kenyamanan pasien. Prosedurnya cukup berbeda dengan pertubator, meski pada prinsipnya sama-sama digunakan untuk memasukkan media kontras. Prosedurnya adalah :
1.    Setelah pasien diposisikan lithotomi, bersihkan daerah vagina dengan larutan desinfektan. Berikan juga obat antiseptic pada daerah cervix.
2.    Gunakan speculum untuk membuka vagina dan memudahkan  catheter masuk.
3.    Pasang spuit yang terisi media kontras dengan salah satu ujung catheter. Isi dahulu catheter dengan media kontras, sampai lumen catheter penuh.
4.    Dengan bantuan long forcep, masukkan perlahan catheter ke ostium uteri externa.
5.    Isi balon catheter dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon mengembang di antara ostium interna dan ostium externa.
6.    Pastikan balon terkait erat pada canalis servicalis. Lepas speculum.
7.    Posisikan pasien di tengah meja pemeriksaan.
8.    Mulai suntikkan media kontras sambil amati dengan fluoroskopi. Jumlahnya sekitar 6 ml atau lebih.
9.    Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopi. Atur proyeksi yang diinginkan. Ambil spot film radiograf.
10.    Kempiskan balon, tarik catheter secara perlahan.
11.    Bersihkan daerah vagina.
12.    Pasien dapat beristirahat sebentar sambil menunggu hasil radiograf. (Yoder,1988) (Radiology 131:542,1979)











     Gambar 2.10 Foley Catheter Technique pada HSG (Yoder,1988)
2.4.5    Perawatan Post Pemasukan Media Kontras
Prosedur pemasukan media kontras, baik menggunakan pertubator maupun foley catheter, merupakan bagian yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pasien ataupun rasa sakit saat organ reproduksi interna wanita dimasuki alat tersebut. Tindakan perawatan perlu dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien maupun rasa sakit yang mungkin ditimbulkan.
Tindakan perawatan post pemasukan media kontras yang dapat dilakukan adakah :
a.    Membersihkan area vagina dari media kontras yang mungkin keluar, atau darah bila terjadi perdarahan.
b.    Berikan obat antiseptik untuk mencegah iritasi.
c.    Biarkan pasien beristirahat sebentar atau beri kesempatan untuk berganti baju.
d.    Pemberian obat anti peristaltik (anti mulas).


2.5       Kriteria Radiograf
Histerosalpingografi merupakan pemeriksaan dengan media kontras yang masuk mengisi organ uterus, tuba fallopi, maupun struktur di sekitarnya, sehingga gambaran yang dihasilkan akan menampakkan keadaan anatomi, kelainan atau patologis yang diderita pada daerah tersebut.
          2.5.1      Kriteria radiograf HSG normal yaitu :
a.            Bentuk uterus normal yaitu berbentuk segitiga, bagian dasarnya pada fundus dan apexnya pada sisi inferior. Berhubungan dengan canalis cervicalis. Uterus normal anteversi dengan kandung kencing dan corpus uteri antefleksi dengan cervix.
b.            Tidak ada gambaran kelainan, seperti tumor, polip atau bentuk abnormal dari uterus.
c.            Media kontras tidak keluar (bocor) dari uterus.
d.            Tuba fallopi terletak di kanan-kiri uterus. Terbagi atas empat daerah; interstitial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Daerah yang terlhat jelas dengan kontras adalah isthmus yang panjang dan lurus serta ampulla yang seperti huruf “s” dan tampak melebar.
e.            Tuba fallopi tidak tersumbat, media kontras mengisi tuba hingga tumpah ke rongga peritoneal (tampak “spill”) (Yoder, 1988)
f.             Tidak ada benda asing seperti IUD.)
g.            Terdapat gambaran speculum ataupun ujung pertubator (conus) di rongga uterus pada metode pemasukan media kontras dengan metal cannula. Hal ini yang dikenal dengan metal artifacts.
h.            Pada radiograf dengan Foley Cathether Technique, tidak diperoleh gambaran metal artifact yang mengganggu di sekitar rongga uterus. (Radiology 131 : 542, 1979)
Contoh radiograf:




Gambar 2.11 HSG dengan portubator                       Gambar 2.12 HSG dengan FCT atau metal cannula tak ada gambaran metal artifact




Gambar 2.13                                                         Gambar 2.14
Gambar 2.13 HSG dengan portubator, media kontras sudah mengisi uterus dan kedua tuba fallopi, tampak “spill”
Gambar 2.14 HSG dengan FCT, tampak catheter melalui canalis cervicalis mengisi uterus dan kedua tuba fallopi
2.3        Proteksi Radiasi (Akhadi,Mukhlis 2000)
            2.3.1  Proteksi radiasi terhadap pasien, diantaranya :
a.   Pemeriksaan sinar-X hanya dilakukan atas permintaan dokter.
b.   Membatasi luas lapangan penyinaran.
c.   Menggunakan faktor eksposi yang tepat, serta memposisikan pasien dengan tepat sehingga tidak terjadi pengulangan foto.
d.   Menggunakan FFD yang sesuai dengan ketentuan pemeriksaan.
e.   Menggunakan laed apron dan gonad shield pada waktu pemeriksaan.
2.3.2      Proteksi radiasi terhadap petugas, diantaranya :
a.     Petugas menjaga jarak dengan sumber radiasi saat pemeriksaan.
b.     Selalu berlindung dibalik tabir proteksi sewaktu melakukan eksposi.
c.     Jika tidak diperlukan, petugas tidak berada di area penyinaran.
d.     Jangan mengarahkan tabung ke arah petugas.
e.     Petugas menggunakan alat ukur radiasi personal (film badge) sewaktu bertugas yang setiap bulannya dikirimkan ke BPFK (Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan) guna memonitor dosis radiasi yang diterima petugas.
2.3.3      Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum, diantaranya :
a.      Sewaktu penyinaran berlangsung, selain pasien jangan ada yang berada di daerah radiasi (kamar pemeriksaan).
b.      Ketika penyinaran berlangsung pintu kamar selalu tertutup.
c.      Tabung sinar-X diarahkan ke daerah aman (jangan mengarah ke petugas/ruang tunggu)
d.      Perawat/keluarga yang terpaksa berada dalam kamar pemeriksaan sewaktu penyinaran wajib menggunakan Lead Apron.




BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1       Paparan Kasus
            3.1.1    Identitas Pasien
Tanggal Pemeriksaan : 9 Juli 2018
No. RM                       : xxxx
Dokter Perujuk            : dr. Haris Anshori Kartosen, SpOG
Dokter Radiologi         : dr. Linda, Sp.Rad
Nama                          : Ny. X
Umur                           : 27 tahun
Jenis Kelamin             : Perempuan
Agama                        : Islam
Alamat                         : xxxx
Pemeriksaan               : Histerosalpingografi
Diagnosa                    : Infertilitas
3.1.2      Keterangan Klinis Pasien
         Seorang wanita dengan umur 27 tahun datang ke Instalasi Radiologi  Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan dengan membawa rujukan pemeriksaan Histerosalpingografi dari Rumah Sakit Ibu Dan Anak “X” dengan keluhan belum bisa mempunyai anak selama 3 tahun.

3.2      Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi
Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sebagai berikut:
3.2.1        Persiapan Pasien
a.      Pasien harus datang sendiri ke radiologi untuk mendaftar, diberikan penjelasan tentang pemeriksaan HSG, melakukan persetujuan pemeriksaan HSG sekaligus membuat jadwal pemeriksaannya
b.      Dikerjakanpada hari ke 10, 11,12 setelah mens
c.      Selama persiapan tidak diperkenankan untuk berhubungan suami istri
d.       Sebelum hari pemeriksaan, bulu kemaluan harus sudah dihilangkan / dicukur
e.       Pasien harus sudah datang ke Radiologi 30 menit sebelum jadwal jam pemeriksaan (untuk koordinasi)
f.        Membawa sarung dan pembalut
3.2.2    Persiapan Alat dan Bahan
a.        Pesawat sinar-X yang digunakan pada Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan yaitu,
1.   Unit                     : Ge Brivo XR 575
2.   Nama Alat           : X Ray General Purpose
3.   Merek                  : GE/5322294
4.   Kapasitas            : kV max 150 ,mA max 550
5.   No Seri pesawat  : 95614B14
b.    Workstation
c.    HSG Set
d.    Duk steril
e.    Sonde Uteri
f.     Spekulum
g.    Tenakulum
h.    Korentang
i.      Betadine
j.      Lampu Genekologi
k.    Handscoon
l.      Kassa Steril
m.   Media Kontras
n.    Spuit 10 cc
o.    Printer film
3.3   Prosedur  Pemeriksaan
3.3.1          Melakukan foto plaint USG untuk mengetahui ada tidaknya kehamilan
3.3.2          Pasien terlebih dahulu disuruh buang air kecil, Sebelum pemeriksaan
3.3.3          Pasien di suruh ganti baju pasien dan melepaskan benda-benda yang opak pada daerah pelvis.
3.3.4          Dilakukan foto polos pelvis
3.3.5          Pemasukkan media kontras
                      Prosedur pemasukan media kontras   :
a.        Pasien diposisikan lithotomi, bersihkan daerah vagina dengan larutan desinfektan.dengan menggunakan korentang  Berikan juga obat antiseptic pada daerah cervix.
b.        Lampu genekologi diarahkan kevagina pasien
c.        Speculum digunakan untuk membuka vagina guna memudahkan pemasukan pertubator.
d.        Sonde uteri dimasukkan untuk mengukur kedalaman uterus
e.        Tenakulum dimasukkan untuk menjepit porsio.
f.         Portubator dimasukkan ke dalam vagina, atur agar ujung pertubator (conus) terletak di canalis servicalis atau ostium cervical
g.        Kontras dimasukkan ke rongga intra caviter menggunakan alat HSG set dilakukan oleh dokter radiologi
3.3.6      Dilakukan pemotretan saat kontras masuk kedalam uterus dengan posisi AP post kontras 5 cc
3.3.7      Dilakukan pemotretan kedua saat kontras masuk kedalam tube dan saat peritonial spill dengan posisi AP post kontras 10 cc
3.3.8      Setelah selesai, tarik perlahan speculum, tang porsio dan pertubator. Berikan obat antiseptic bila terjadi perdarahan.
3.3.9      Biarkan pasien beristirahat dulu sebentar, sambil radiografer membereskan peralatan.
3.3.10   Setelah itu dilakukan editing hasil foto pada DR(Digital Radoiography) mengirim hasil ke AWCT untuk dibaca dokter radiologi dan selanjutnya dicetak pada printer film

3.4     Proyeksi Histerosalpingografi
          3.4.1    Plain foto  Anteroposterior  Pelvis                                    
a.      Posisi Pasien :Pasien tidur supine,tangan di samping tubuh
b.      Posisi obyek          :
1.    Atur MSP (Mid Sagital Plane) tegak lurus kaset/meja pemeriksaan.
2.    Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.
c.      Sinar                      :
1.    Central Ray     : tegak lurus kaset.
2.    Titik Bidik        : Pertengahan SIAS dan Symbisis pubis
d.       SID                       : 100 cm.
e.      Protokol                 : Pelvis AP Medium
                Gbr 3.1 Proyeksi Anterior Posterior ( RS Muhammadiyah Lamongan)
3.4.2       Proyeksi AP Post Kontras 5 cc
           Tujuan untuk melihat media kontras masuk ke uterus
a.    Posisi pasien         : posisi lithotomi di atas meja pemeriksaan
b.    Posisi obyek          : cavum pelvis tercover dalam film
c.    Arah sinar              : vertikal tegak lurus kaset
d.    Pusat sinar            : 2 inchi proximal simphisis pubis
e.    FFD                       : 100 cm
f.     Protokol                 : Pelvis AP Medium
                Gbr 3.2 Proyeksi Anterior Posterior ( RS Muhammadiyah Lamongan)
3.4.3      Proyeksi AP Post Kontras 10 cc
a.    Posisi pasien            : posisi lithotomi di atas meja pemeriksaan
b.    Posisi obyek             : cavum pelvis tercover dalam film
c.    Arah sinar                 : vertikal tegak lurus kaset
d.    Pusat sinar               : 2 inchi proximal simphisis pubis
e.    FFD                          : 100 cm
f.     Protokol                    : Pelvis AP Medium
                Gbr 3.3 Proyeksi Anterior Posterior ( RS Muhammadiyah Lamongan)
3.4.4    Hasil Pemeriksaan
Plain Pelvis foto  : Tak tampak kelainan
Post Kontras      :
a.        Kontras ultravist 10 cc dimasukkan dengan kanule, Nampak kontras masuk dengan lancar melalui OUE ke uterus dan tuba fallopi kanan kiri.
b.        Uterus antefleksi
c.        Tak tampak filling defect
d.        Tak Nampak dilatasi atau turtous tuba fallopi kanan-kiri
e.        Nampak spillage sisi kanan
f.         Tak Nampak spillage sisi kiri
Kesimpulan     : Non patent tuba fallopi kiri dan Patent tuba fallopi
                         Kanan

3.5       Usaha Proteksi Radiasi
      Proteksi radiasi yang diusahakan. Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan adalah sebagai berikut :
3.5.1    Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi adalah dengan berlindung dibalik dinding pelindung selama pemotretan berlangsung.
3.5.2    Proteksi radiasi untuk pasien adalah dangan menghindari semaksimal mungkin pengulangan foto, mengatur protokol eksposi yang sesuai dengan organ dan kondisi pasien dan mengatur luas lapangan penyinaran secukupnya.
3.5.3    Proteksi radiasi untuk manyarakat umum adalah dengan tidak mengizinkan pihak-pihak yang tidak berkepentingan berada di ruang            pemeriksaan.

3.6    Pengolahan Film
      Pengolahan film Di Instalasi Radiologi  Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan menggunakan sistem pengolahan film secara digital yaitu dengan menggunakan DR (Digital Radiography).

3.7      Pembahasan
3.7.1    Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan dilakukan dengan menggunakan dengan proyeksi AP plain maupun post kontras.
3.7.2    Alasan Apakah proyeksi  AP (Antero Posterior) Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sudah cukup mendiagnosa kasus Infertilitas.
a.      Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan, menggunakan proyeksi AP (Anteroposterior) saja sudah cukup mendiagnosa kasus infertilitas, dari hasil wawancara saya kepada dr. Linda, Sp.Rad (Dokter Spesialis Radiologi di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan) diperoleh penjelasan bahwa proyeksi AP (Anteroposterior) pada kasus infertilitas yang dialami Ny. X sudah cukup mengetahui kelainan, oleh karena itu tidak dilakukannya proyeksi oblik, alasan lain untuk meminimalkan paparan radiasi yang masuk ke tubuh pasien  
b.      Menurut Dokter Spesialis Radiologi yaitu proyeksi AP(Anteroposterior) sudah jelas untuk menunjukkan indikasi infertilitas pada pemeriksaan Histerosalpingografi yang dialami Ny. X.







BAB IV
PENUTUP
4.1       Kesimpulan
      Dari laporan diatas yang berjudul Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan dapat diambil kesimpulan :
4.1.1   Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi pada Kasus Infertilitas Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan dilakukan 3 kali foto dan semuanya menggunakan proyeksi AP(Anteroposterior)  diantaranya plain foto Pelvis, foto post kontras 5 cc, dan foto post kontras 10 cc.
4.1.2   Alasan hanya di lakukan foto AP(Anteroposterior) pada Pemeriksaan Histerosalpingografi kasus Infertilitas di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan adalah sudah cukup mendiagnosa kelainan yang dialami Ny. X oleh karena itu tidak dilakukannya proyeksi oblik disamping itu juga untuk meminimalkan paparan radiasi yang masuk ke tubuh pasien.
4.2       Saran
4.2.1    Sebaiknya kenyaman pasien lebih di perhatikan saat melaksanakan pemeriksaan,seperti memberikan alat fiksasi pada pasien ketika dilakukannya pemeriksaan.
4.2.2    Sebaiknya dalam pembuatan foto serial posisi pasien, central point, dan ffd sama dengan foto plain sehingga mendapatkan gambaran yang sama.



DAFTAR PUSTAKA
Akhadi, Mukhlis (2000), Dasar - Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta : Rineka Cipta
Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD (1983), Obstetri  Fisiologi .Eleman
Ballinger, P. W., 2013, Merril’s Atlas of Radiographic Position and Radiologic Procedures, Eigth Edition, Volume Two, C. V. Mosby Company, St. Louis.
Evelyn, C. P.,2013, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT. Gramedia, Jakarta.
journal.stikeseub.ac.id/index.php/jkeb/article/download/179/177
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/.../601/605
Masrochah,S.,Trihadijaya,F.H.,Nadia,P.M.(2018).Protokol Radiografi. Magelang.Inti Medika
Yoder, Isabel C., 1988, Hysterosalphingography and Pelvic Ultra Sound Imaging in Infertility and Gynecology, Little Brown and Company, Boston Massachucheeseth, USA.

Komentar